Jakarta, CNN Indonesia --
Erlangga Surya Pamungkas melaporkan salah satu klinik berinisial A di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, usai buah hatinya yang lahir dengan bobot 1,5 kilogram meninggal tak lama setelah masa persalinan.
Erlangga menduga ada kelalaian dari klinik yang berlokasi di Kecamatan Bungursari itu. Erlangga juga telah melaporkan klinik tersebut ke Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Ia kemudian membeberkan kronologi lengkap atas kejadian tersebut.
Erlangga menyebut istrinya pada Senin (13/11) pukul 16.00 WIB mendatangi klinik tersebut lantaran merasa sudah tidak kuat dan merasa aman melahirkan anak pertama mereka pada saat itu juga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usia kehamilan istri saya tepat 36 minggu atau 9 bulan. Istri saya sudah sering kontrol ke klinik tersebut, dan ditangani oleh Bidan Dwi, dan bidan pun menyatakan bahwa kondisi kehamilan istri saya dalam keadaan normal dan baik-baik saja," kata Erlangga dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/11).
Namun, sesampainya sang istri di Klinik, bidan yang berjaga saat itu meminta agar istrinya pulang lantaran masih pembukaan 2. Sementara kondisi sang istri, lanjut Erlangga, dalam keadaan sangat lemas dan terlihat seperti akan segera melahirkan.
Kemudian sang istri pulang lagi ke rumah. Namun pada malamnya sekitar pukul 20.00 WIB, Erlangga memboyong istrinya ke klinik lantaran kondisi sang istri sudah semakin tak berdaya. Kala itu menurutnya bidan yang berjaga tidak sigap memeriksa istrinya dan hanya dijanjikan akan ditangani pada pukul 24.00 WIB.
Selanjutnya, kondisi istri Erlangga semakin melemah, mulai keluar darah dan pecah air ketuban, dan kesakitan. Akhirnya, istrinya ditindak dan pada pukul 22.00 WIB melahirkan secara normal.
"Saat proses melahirkan bidan tidak berhenti main handphone, dan yang lebih parahnya bidan jaga tersebut malah menjadikan istri saya bahan praktek kepada mahasiswa yang sedang praktek di klinik tersebut. Bidan jaga menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah kebidanan kepada mahasiswi praktek," kata dia.
Pascaproses persalinan, Erlangga menyebut bidan tersebut hanya mengabarkan bahwa berat bayi laki-laki itu 1,7 kilogram. Kala itu, keluarga menurutnya meminta informasi terkait tinggi badan bayi, jenis kelamin, namun bidan menurutnya tidak memberikan detail tersebut.
Saat itu pihak keluarga menurutnya juga tidak diizinkan untuk melihat sang bayi atau masuk ruang bersalin. Erlangga kemudian mempertanyakan bukankah seharusnya bayi dengan berat badan di bawah 2 kilogram seharusnya ditaruh di inkubator yang sesuai dengan standar medis.
Namun menurutnya sang buah hati hanya ditidurkan di inkubator sederhana dan dipakaikan dua lapis kain. Sementara seharusnya bayi tersebut dibiarkan telanjang. Bidan selanjutnya menyebutkan bayi Erlangga tidak dalam keadaan normal lantaran berat bayi di bawah ideal, pun menurut bidan nafas bayi tidak dalam kondisi baik.
Saat itu, bidan mengaku masih berkonsultasi dengan rumah sakit apakah perlu merujuk bayi tersebut atau tidak. Saat keluarga bertanya kapan bayi tersebut harus diberi ASI, bidan menurutnya menjawab masih belum bisa karena kondisi nafas bayi belum baik. Bidan pun menurutnya menjanjikan akan melakukan observasi setiap satu jam sekali.
"Nanti kalau sudah bisa dikasih ASI dikasih tahu, kata bidan tersebut. Bidan di sana tidak ada yang jaga satu orang pun, tidak ada yang standby satu orang pun, semua bidan pada tidur, menutup pintu ruangan tidurnya dengan rapat," kata Erlangga.
Empat jam berlalu ia menunggu hasil observasi namun nihil. Kemudian ia berinisiatif untuk mengetuk pintu ruangan bidang dan menanyakan kembali kapan sang buah hati boleh mendapatkan ASI.
"Bidan bilang belum ada jawaban dari pihak rumah sakit, tapi tidak lama kemudian si bidan langsung memberitahukan bahwa anak saya sudah bisa diberikan ASI," imbuhnya.
Keesokan harinya, pagi hari pukul 07.00 WIB, sang bayi menurutnya dimandikan oleh bidan. Namun tidak ada satupun keluarga yang tahu keberadaan bayi tersebut kala itu. Erlangga pun curiga, sang bayi menjadi objek praktik memandikan bayi.
"Pukul 08.30 WIB anak saya selesai dimandikan. Yang jadi pertanyaan saya apakah bayi 1,7 kilogram bisa dimandikan? lalu si bidan jaga memberitahu bahwa anak dan istri saya diperbolehkan pulang, saya kira hanya istri saya saja yang pulang, ternyata anak saya juga disuruh pulang," lanjutnya.
Sebelum pulang, Erlangga mengaku telah membereskan urusan administrasi pembayaran, kebetulan mereka menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam proses lahiran itu. Ia menganggap segalanya gratis kala itu. Namun dirinya masih diminta membayar Rp1 juta tanpa diberikan kwitansi.
Kepulangan sang anak itu pun menurutnya tidak dibekali surat kepulangan atau surat keterangan sehat. Bidan menurutnya hanya mengatakan tiga hari ke depan mereka harus kontrol.
"Kemudian pukul 09.00 WIB saya membawa anak dan istri saya pulang. Di rumah anak saya tidak masuk ASI sama sekali, istri saya pun ASI nya tidak keluar. Bidan menyarankan membeli susu penambah berat badan, ibu saya membeli susu penambah berat badan tersebut dengan merk yang direkomendasikan bidan jaga yang menyuruh anak dan istri saya pulang," tutur Erlangga.
Selanjutnya pada malam sekitar pukul 21.00 WIB, istri Erlangga panik lantaran detak jantung sang bayi berhenti dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Mereka kemudian menghubungi klinik A dan beranjak ke klinik tersebut.
Sempat tidak ada respons karena Klinik tutup operasi padahal tertulis 24 jam, akhirnya Erlangga bertemu bidan yang berjaga dan dinyatakan buah hatinya telah meninggal. Namun karena tubuh sang bayi masih hangat, Erlangga masih belum percaya dan mencoba ke rumah sakit.
"Sesampainya di rumah sakit Jasa Kartini, anak saya di bawa ke IGD, lalu ditangani oleh suster dan dokter jaga," kata dia.
Setelah diperiksa secara keseluruhan, dan juga menimbang berat bayi anak yang ternyata diketahui hanya 1,5 kilogram. Dokter pun mempertanyakan mengapa sang buah hati tidak dimasukkan dalam inkubator minimal tujuh hari. Dokter menurutnya juga mempertanyakan mengapa bayi tersebut tidak lekas mendapatkan ASI.
Selanjutnya pada Rabu (15/11), kakak Erlangga mendatangi klinik tersebut untuk meminta klarifikasi detail. Namun menurutnya bidan yang menangani proses kelahiran adik iparnya itu 'bersembunyi'.
Tak lama setelahnya, Erlangga sekeluarga mengetahui ada foto dan video anaknya yang dipotret selayaknya newborn. Padahal keluarga menurutnya sama sekali tidak pernah memberi izin atau mengetahui aktivitas tersebut.
Akhirnya, keluarga menagih tanggung jawab klinik tersebut dengan aduan pelayanan yang buruk, kelalaian bidan, dan dugaan malapraktik. Keluarga pun sudah membawa kasus ini ke pihak kepolisian.
"Kami sekeluarga bukan tidak menerima takdir, karena kami tahu takdir sudah ada yang mengatur. Hanya saja yang sangat kami sayangkan yaitu pelayanan dan perawatan yang sangat buruk yang menyebabkan anak saya meninggal dunia. Anak saya bukan binatang, binatang saja dilayani dengan baik oleh dokter hewan," ujar Erlangga.
CNNIndonesia.com telah berupaya menghubungi klinik yang dimaksud melalui panggilan telepon, namun belum ada respons. Dihubungi terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut kasus tersebut saat ini sudah ditangani oleh Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
"Ini sedang ditangani Dinkes setempat ya," kata Nadia.
(khr/isn)
[Gambas:Video CNN]